Sekolah yang ada di Indonesia
pada saat masa penjajahan
1.Hollandsch-Inlandsche
School (HIS) adalah sekolah pada zaman penjajahan Belanda. Pertama kali
didirikan di Indonesia pada
tahun1914 seiring dengan
diberlakukannya Politik Etis. Sekolah ini
ada pada jenjang Pendidikan Rendah (Lager Onderwijs) atau setingkat
dengan pendidikan
dasar sekarang.
HIS termasuk Sekolah Rendah dengan bahasa pengantar bahasa Belanda (Westersch
Lager Onderwijs), dibedakan dengan Inlandsche School yang
menggunakan bahasa daerah.
Sekolah ini diperuntukan bagi golongan
penduduk keturunan Indonesia asli, sehingga disebut juga Sekolah Bumiputera Belanda. Pada
umumnya disediakan untuk anak-anak dari golongan bangsawan, tokoh-tokoh
terkemuka, atau pegawai negeri. Lama sekolahnya adalah tujuh tahun.
Peraturan pendidikan dasar untuk
masyarakat pada waktu Hindia Belanda pertama kali dikeluarkan pada tahun 1848,
dan disempurnakan pada tahun 1892 di mana pendidikan dasar harus ada pada
setiap Karesidenan, Kabupaten, Kawedanaan, atau pusat-pusat kerajinan,
perdagangan, atau tempat yang dianggap perlu.[2] Peraturan
yang terakhir (1898) diterapkan pada tahun 1901 setelah adanya Politik Etis atau Politik
Balas Budi dari Kerajaian Belanda, yang diucapkan pada pidato
penobatan Ratu Belanda Wilhelminapada 17
September 1901, yang intinya ada 3 hal penting: irigrasi, transmigrasi, pendidikan.
Pada zaman Hindia Belanda anak masuk
HIS pada usia 6 th dan tidak ada Kelompok Bermain (Speel Groep) atau Taman
Kanak-Kanak (Voorbels), sehingga langsung masuk dan selama 7 tahun belajar.
Setelah itu dapat melanjutkan ke MULO, HBS, atau Kweekschool. Bagi masyarakat
keturunan Tionghoa biasanya memilih jalur HCS (Hollands Chinesche School)
karena selain bahasa pengantar Belanda, juga diberikan bahasa Tionghoa.
2.Taman Siswa adalah nama sekolah yang
didirikan oleh Ki
Hadjar Dewantara pada tanggal 3 Juli tahun 1922 di Yogyakarta (Taman berarti
tempat bermain atau tempat belajar, dan Siswa berarti murid). Pada waktu pertama kali didirikan,
sekolah Taman Siswa ini diberi nama "National Onderwijs Institut Taman
Siswa", yang merupakan realisasi gagasan beliau bersama-sama dengan teman
di paguyuban Sloso Kliwon. Sekolah Taman Siswa ini sekarang
berpusat di balai Ibu Pawiyatan (Majelis Luhur) di Jalan
Taman Siswa, Yogyakarta, dan mempunyai
129 sekolah cabang di berbagai kota di seluruh Indonesia.
§
Ing ngarsa sung tulada ("(yang) di depan memberi
teladan/contoh")
§
Ing madya mangun karsa ("(yang)" di tengah
membangun prakarsa/semangat")
§
Tut wuri handayani ("dari belakang
mendukung").
Ketiga prinsip ini digabung menjadi
satu rangkaian/ungkapan utuh: Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun
karsa, tut wuri handayani, yang sampai sekarang masih tetap dipakai sebagai
panduan dan pedoman dalam dunia pendidikan di Indonesia.
3. Hollandsch-Chineesche
School (HCS ) adalah sekolah-sekolah yang didirikan
oleh pemerintah kolonial Belanda di Indonesia khususnya untuk anak-anak
keturunan Tionghoa di Hindia
Belanda saat itu. Sekolah-sekolah ini pertama kali didirikan di Jakarta pada 1908, terutama
untuk menandingi sekolah-sekolah berbahasa Mandarin yang didirikan
oleh Tiong
Hoa Hwee Koan sejak 1901 dan yang
menarik banyak peminat.
Sebagai perbandingan, pada tahun 1915,
sekolah-sekolah berbahasa Mandarin mempunyai 16.499 siswa, sementara
sekolah-sekolah berbahasa Belanda hanya mempunyai 8.060 orang siswa. HCS menggunakan bahasa Belanda sebagai
bahasa pengantarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar